Kemarin sore, gue sempet liat berita yang ngebahas peninggian
separator busway jadi 50 cm. Alasannya, untuk ngurangin angka kecelakaan di
jalur busway.
Ekspektasi : Ga ada lagi masyarakat yang nyeberang di jalur
busway karena separator setinggi 50 cm akan menyulitkan mereka sehingga mereka
akan menyeberang dengan menggunakan jembatan penyeberangan.
Kenyataan : Masih banyak masyarakat yang mengangkangi
separator busway.
Dirombaknya separator busway menjadi setengah meter, belum
mampu untuk merubah kebiasaan masyarakat yang hobi nyeberang melewati jalur
busway.
Sumber gambar : Google |
Setengah meter itu cetek, bos! Apalagi untuk anak kecil yang
suka main lompat karet. Mereka biasa dan sudah terlatih untuk melompati rintangan
yang sejajar dengan kepala atau bahkan satu jengkal di atas kepala mereka. Setengah meter is nothing!
Tinggi separator yang setengah meter itu ga mempan buat
menghadang masyarakat yang mau nyeberang jalan. Menurut gue, kalo mau ampuh,
separatornya dibikin setengah lingkaran, mirip terowongan di Sea World. Niscaya
ga bakal ada orang yang nyeberang lagi. Gimana mau nyeberang kalo mereka harus
manjat tembok dulu. Atau, separatornya dililit kawat duri. Jadi sepanjang jalur
busway dibikin semacam terowongan dan luarnya dikasih kawat duri. Keren!
Intinya, mau setinggi apapun itu separator, yang paling
penting adalah kesadaran dari individu-individunya dulu.
Reporter :
“Ibu kenapa nyeberang di sini? Ini kan jalur busway. Kalo mau nyeberang lewat
jembatan penyeberangan.”
Ibu-ibu :
“Jembatannya kejauhan.”
Tiba-tiba gue berkhayal andaikan gue yang diwawancara.
Reporter :
“Mas, apa pendapat mas tentang jembatan penyeberangan.”
Gue :
“One stop entertainment!”
Kita lupakan sejenak berbagai kasus kejahatan yang terjadi
di atas jembatan penyeberangan.
Jembatan penyeberangan adalah salah satu fasilitas publik yang
menggunakan konsep one stop entertainment.
Kenapa? Karena selama kita berjalan di atas jembatan penyeberangan, sadar atau
tidak sadar, kita akan disuguhkan oleh berbagai macam hiburan.
Ada pengamen yang bernyanyi dengan alat musik gitar, ada
pengamen instrumental yang memainkan alat musik biola, dan ada pengamen yang ngotot
nyanyi dengan alat musik custom, yakni
botol Yakult yang diisi pasir.
Sebentar lagi mungkin juga kita bisa nikmatin karya para pelukis pasir di jembatan penyeberangan.
Sumber gambar : Google |
Sumber gambar : Google |
Kemudian juga, kita dapat membeli cinderamata khas jembatan
penyeberangan untuk kenang-kenangan, seperti : lem besi, gunting kuku, atau
obat penyubur rambut. Ada banyak penjual cinderamata di atas jembatan
penyeberangan. Dari yang sopan sampai yang maksa, dari yang bisa ditawar sampai
yang harga pas juga ada. ♫ Semuaaa ada di siniii… di jembataaan… rumah kitaaa ♫
Nah, kalo lagi beruntung, kita juga dapat menikmati sirkus… sirkus
motor yang bisa berjalan diatas jembatan penyeberangan. Pemain sirkusnya, seekor
monyet yang pake kostum manusia.
Krisna Pratama
@milikpribumi
milikpribumi[at]gmail[dot]com
setuju! kalo ga ada kesadaran, sama aja boong. tapi itu dia, masyarakat sini agak susah dibilangin sih. tapi kadang2 di jembatan penyebrangan itu rada serem juga. apalagi kalo lagi sepi. hahaha..
ReplyDeleteJustru itu, postingan ini ga ngebahas yang serem-serem biar masyarakat ga takut lagi denger kata 'Jembatan Penyeberangan'. :p
DeleteHarusnya separator buswaynya dijagain sama pasukan berkuda, baru aman. Dan tu komplit juga ya, lama-lama tukang nasi goreng ada di jembatan penyebrangan nih.
ReplyDeleteBener juga, nih. Pasukannya juga lengkap dengan armornya. \m/
Deletewah.. kayaknya harus di tertibin tuh.. apalagi simonyet berbaju manusia. nanti kalau penjualnya ketabrak gitu gimana? nanti jomblo lagi.. nanti sendiri lagi... emang jomblo itu antik
ReplyDelete