Friday, October 12, 2012

Balada Dari Sebuah Rooftop


Kita sering merasa suntuk dengan rutinitas sehari-hari. Mungkin karena hal yang ‘itu-itu saja’. Sebuah hal yang tidak pernah di custom oleh kita sendiri. Agar terhindar dari rasa jenuh, kita perlu melakukan sesuatu yang fresh. Kita perlu sesuatu yang baru dalam hidup ini. Pasangan baru, misalnya. Oke, lupakan kalimat terakhir tadi.

Seperti halnya pada postingan kali ini. Kenapa? Karena ada yang beda. Saat ini gue nulis dari tempat baru. Gue nulis dari tempat yang dimana sebelumnya belum pernah nulis di tempat ini sama sekali. Bukan, gue bukan nulis di dalam kapal selam yang lagi nembakin missile ke kapal musuh. Jangan ngira juga kalo gue nulis di dalem kandang gorila di Ragunan. Gue nulis di rooftop rumah. Wohoho, ini kali pertama gue nulis disini.

Gue sangat menyesal baru sadar sekarang kalo ternyata rooftop ini sangat nyaman untuk digagahi disinggahi. Disini gue bisa tiduran sambil ngeliat langit. Ngeliat sekelompok burung yang terbang dari satu pohon ke pohon yang lain. Merasakan angin yang bertiup menerpa kulit memberikan kesejukkan. Heaven on earth!

Dan yang paling maha dahsyat adalah : sinyal wifi masih mampu tertangkap oleh laptop. Mulai saat ini, gue nobatkan rooftop ini sebagai salah satu spot menulis favorit setelah kamar. Walaupun tempat ini super nyaman, gue ga bakal kesini tengah hari bolong, kecuali kalo kulit mau gosong. Apalagi malam hari, karena gue ga mau liat kuntilanak terbang sambil minum Slurpee.

Selain tempat yang nyaman untuk nulis, rooftop ini sangat cocok untuk relaksasi. Relaksasi jiwa, pikiran dan hati. Dari atas sini, gue juga bisa ngeliat pemandangan yang asri, nyaman dan tenteram. Menikmati aroma kebebasan. Kebebasan dari asap polusi, kebebasan dari hiruk pikuk yang membabi buta dan kebebasan dari bebas yang paling bebas.

Bukan, itu bukan tembok Cina..
Suasana di tempat ini mampu mengalihkan beban hidup yang menumpuk di pundak, setidaknya walau untuk sementara.

Kita terlalu sibuk untuk mencari sesuatu yang indah jauh disana, padahal yang dekat belum tentu buruk. Kita terlalu lama untuk menunggu harapan yang belum pasti, padahal yang di depan saat ini belum tentu buruk. Kita terlalu lama hidup dalam kepura-puraan yang pada akhirnya akan membunuh diri sendiri.

Dan kita selalu terbuai dalam angan yang membuat kita enggan untuk melakukan suatu perubahan. Persis seperti gue yang enggan untuk pindah ke kamar saat ini.

***
Krisna Pratama
@milikpribumi
milikpribumi[at]gmail[dot]com

No comments:

Post a Comment